Sifat Putusan
Dilihat dari amar dan akibat hukumnya, putusan dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu declaratoir, constitutief, dan condemnatoir.
Putusan declaratoir adalah putusan hakim yang menyatakan apa yang
menjadi hukum. Misalnya pada saat hakim memutuskan pihak yang memiliki hak atas
suatu benda atau menyatakan suatu perbuatan sebagai perbuatan melawan hukum.
Putusan constitutief adalah putusan yang meniadakan suatu
keadaan hukum dan atau menciptakan suatu keadaan hukum baru. Sedangkan putusan condemnatoir
adalah putusan yang berisi penghukuman tergugat atau termohon untuk
melakukan suatu prestasi. Misalnya, putusan yang menghukum tergugat membayar
sejumlah uang ganti rugi.
Secara umum putusan MK bersifat declaratoir dan constitutief.
Putusan MK berisi pernyataan apa yang menjadi hukumnya dan sekaligus dapat
meniadakan keadaan hukum dan menciptakan keadaan hukum baru. Dalam perkara
pengujian UU, putusan yang mengabulkan bersifat declaratoir karena
menyatakan apa yang menjadi hukum dari suatu norma undang-undang, yaitu
bertentangan dengan UUD 1945. Pada saat yang bersamaan, putusan tersebut
meniadakan keadaan hukum berdasarkan norma yang dibatalkan dan menciptakan
keadaan hukum baru. Demikian pula dalam putusan perselisihan hasil Pemilu,
putusan MK menyatakan hukum dari penetapan KPU tentang hasil Pemilu apakah
benar atau tidak. Apabila permohonan dikabulkan, MK membatalkan penetapan KPU
itu yang berarti meniadaan keadaan hukum dan menciptakan keadaan hukum baru.
Menurut Maruarar Siahaan, putusan MK yang mungkin memiliki sifat condemnatoir
adalah dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara,
yaitu memberi hukuman kepada pihak termohon untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu. Pasal 64 ayat (3) UU MK menyatakan bahwa dalam hal permohonan
dikabulkan untuk perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, MK
menyatakan dengan tegas bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk
melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan.