Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2014

Sifat Putusan

Sifat Putusan Dilihat dari amar dan akibat hukumnya, putusan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu declaratoir , constitutief , dan condemnatoir . Putusan declaratoir adalah putusan hakim yang menyatakan apa yang menjadi hukum. Misalnya pada saat hakim memutuskan pihak yang memiliki hak atas suatu benda atau menyatakan suatu perbuatan sebagai perbuatan melawan hukum. Putusan constitutief adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum dan atau menciptakan suatu keadaan hukum baru. Sedangkan putusan condemnatoir adalah putusan yang berisi penghukuman tergugat atau termohon untuk melakukan suatu prestasi. Misalnya, putusan yang menghukum tergugat membayar sejumlah uang ganti rugi. Secara umum putusan MK bersifat declaratoir dan constitutief . Putusan MK berisi pernyataan apa yang menjadi hukumnya dan sekaligus dapat meniadakan keadaan hukum dan menciptakan keadaan hukum baru. Dalam perkara pengujian UU, putusan yang mengabulkan bersifat declaratoir karena menyatakan apa ya

Ultra Petita

Ultra Petita Di dalam hukum acara, khususnya dalam hukum acara perdata terdapat pandangan yang oleh beberapa ahli telah dianggap sebagai salah satu prinsip hukum acara, yaitu hakim dilarang memutus melebihi apa yang dimohonkan ( ultra petita ). Ketentuan tersebut berdasarkan Pasal 178 ayat (2) dan ayat (3) HIR serta Pasal 189 ayat (2) dan ayat (3) RBg. Karena adanya pandangan tersebut, pada saat MK memutuskan membatalkan seluruh UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan 72 dan membatalkan seluruh Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR) 73 banyak muncul tanggapan bahwa MK telah melanggar prinsip larangan ultra petita . Namun demikian berdasarkan karakteristik perkara yang menjadi wewenang MK, tidaklah dapat dikatakan bahwa larangan ultra petita tersebut dapat diterapkan untuk peradilan di MK. Kewenangan pengujian undang-undang yang dimiliki oleh MK pada prinsipnya bersifat publik walaupun pengajuannya dapat dilakukan oleh individ

Persidangan JarakJauh

Persidangan JarakJauh Penyelenggaraan persidangan untuk pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan persidangan telah dapat dilakukan melalui persidangan jarak jauh (video conference) . Mekanisme persidangan jarak jauh diatur dalam PMK Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Elektronik ( Electronic Filing ) dan Pemeriksanaan Persidangan Jarak Jauh ( Video Conference ). Pelaksanaan persidangan jarak jauh dilakukan berdasarkan permohonan pemohon dan/atau termohon atau kuasanya yang ditujukan kepada Ketua MK melalui Kepaniteraan MK. Permohonan persidangan jarak jauh dimaksud berisi informasi rinci mengenai: a.    identitas yang hendak diperiksa dan didengar keterangannya; b.    pokok-pokok keterangan yang hendak diberikan; c.    alokasi waktu pemeriksaan; d.    petugas lain yang diperlukan untuk keperluan persidangan dimaksud. Permohonan pelaksanaan sidang jarak jauh harus disampaikan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum waktu persidangan jarak jau