Qaul Qadim dan Qaul Jadid
Ulama membagi pendapat Imam Syafi’i menjadi
dua, yaitu Qaul Qadim dan Qaul Jadid. Qaul Qadim adalah pendapat imam Syafi’i
yang dikemukakan dan ditulis di Irak. Sedangkan Qaul Jadid adalah pendapat imam
Syafi’i yang dikemukakan dan ditulis di Mesir. Di Irak, beliau belajar kepada
ulama Irak dan banyak mengambil pendapat ulama Irak yang termasuk ahl
al-ra’y. Di antara ulama Irak yang banyak mengambil pendapat Imam Syafi’i
dan berhasil dipengaruhinya adalah Ahmad bin Hanbal, al-Karabisi, al-Za’farani,
dan Abu Tsaur.
Setelah tinggal di Irak, Imam Syafi’i melakukan
perjalanan ke Mesir kemudian tinggal di sana. Di Mesir, dia bertemu dengan (dan
berguru kepada) ulama Mesir yang pada umumnya sahabat Imam Malik. Imam Malik
adalah penerus fikih Madinah yang dikenal sebagai ahl al-hadits. Karena perjalanan
intelektualnya itu, Imam Syafi’i mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian
disebut Qaul Jadid. Dengan demikian, Qaul Qadim adalah pendapat imam Syafi’i
yang bercorak ra’yu, sedangkan Qaul Jadid adalah pendapatnya yang
bercorak sunnah.[1]
Beberapa contoh pendapat Qaul Qadim dan QaulJadid antara lain:
a.
Air yang
terkena najis. Qaul Qadim: air yang sedikit dan kurang dari dua kullah, atau
kurang dari ukuran yang telah ditentukan, tidak dikategorikan air mutanajjis
selama air itu tidak berubah. Qaul Jadid: air yang sedikit dan kurang dari dua
kullah, atau kurang dari ukuran yang telah ditentukan, tidak dikategorikan air
mutanajjis apakah air itu berubah atau tidak.
b.
Hukum Azan, bila shalat seorang diri. Qaul Qadim: tidak perlu azan, sebab azan tujuannya untuk memberi tahu waktu shalat
itu sudah tiba, sedang dia hanya shalat sendirian. Qaul Jadid: sunnah melakukan
azan, karena suara azan akan didengar oleh makhluk Allah yang ada disekitarnya
dan akan menjadi saksi nanti pada hari kiamat.
c.
Membaca talbiyah dalam thawaf. Qaul Qadim:
sunat hukumnya membaca talbiyah dalam melakukan thawaf. Qaul Jadid: tidak sunat
membaca talbiyah dalam melakukan thawaf.
d.
Zakat buah-buahan. Qaul Qadim: wajib
mengeluarkan zakat buah-buahan, walaupun yang tidak tahan lama. Qaul Jadid:
tidak wajib mengeluarkan zakat buah-buahan yang tidak tahan lama.[2]
[1] Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Studi
tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2002, hal.9-11.
[2] M. Ali Hasan, Op. Cit., hal.213-218.